FITRA Sukabumi : RS Bunut Salah Gunakan Anggaran Rp. 6,5 Miliar

Dirut : Itu hanya kesalahan administrasi.
Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (FITRA), dan aliansi masayarakat peduli anggaran (Ampera) Sukabumi mengecam dan menuntut Direktur RSUD R Syamsudin SH (RS Bunut, red) agar dicopot dari jabatannya.
Hal tersebut di latar belakangi adanya dugaan penyalah gunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6.5 miliar, pada tahun anggaran 2013. tak hanya direktur, FITRA dan Ampera juga mengecam agar bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit milik pemerintah kota (Pemkot) sukabumi itu digantikan oleh orang yang lebih "bersih", dan mengembalkan serta mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp. 6,5 miliar.
Direktur program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, dugaan penyalahgunaan dana jasa layanan itu bersumber dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun anggaran 2013. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI dijelaskan, Penggunan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6,5 miliar tepatnya Rp 6.544.541.640 pada RS Bunut tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai. "artinya bahwa dalam pelaporan keuangan, dibuat fiktif," ujar ajat zatnika melalui rilisnya yang disampaikan kepada radar sukabumi. hasil audit itu cukup mengagetkan dua LSM tersebut. Lantaran pengelolaan keuangan dirumah sakitini hampir setiap tahun selalu bermasalah. "Sebelum ditemui hasil audit BPK di anggaran 2013, dugaan markup juga muncul pada hasil audit tahun 2012 pada dana Tp 10,8 miliar yang tidak dapat di yakini kewajarannya," ungkapnya.
Ajat yang ketua devisi advokasi dan analisis ampera sukabumi itu, juga membeberkan temuan pada hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2012 itu antara lain, penyajian utang jangka pendek lainnya sebesar Rp. 9.776.560.408 yang tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Juga pembayaran atasutang sebesar Rp. 1.054.202.504 yang tidak dapat diyakini kebenarannya.
"Ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan, dalam mengelola keuangan." tuturnya. Ia menegaskan, dugaan penyalahgunaan uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu merupakan ketidakpatuhan RS Bunut terhadap peraturan-perundang undangam, salah satunya yang diatur da;am Pemendagri 13 Tahun 2006, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah beserta perubahannya, pada pasal 132 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD, harus di dukung dengan bukti yang lengkap dan sah. "FITRA dan Ampera sukabumi mengecam dan menuntut agar direktur dan bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit RS Bunut ini agar dicopot dari jabatannya, dan digantikam dengan orang yang sehat, bersih, dan bertanggungjawb." tegasnya.
Ajat menegaskan, Badan Publik yang kegiatannya didanai oleh anggaran dari rakyat semisal rumah sakit yang satu ini harus membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai.
"Sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangannya," tambahannya.
Dengan adanya temuan tang terulang, FITRA menilai perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelanggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota sukabumi, sebgaimana amanat UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. "Kami juga menuntut walikota sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenang itu," tukasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Walikota sukabumi, M Muraz menilai dugaan Fitra ampera terhadap Direksi RS Bunut, sebagai hal yang wajar. Terlebih sumber yang membuat LSM tersebut menduga ada penyalahgunaan anggaran berasal laporan hasil pemeriksaan BPK.
"Wajar saja, saya juga marah karena adanya valid, dari BPK," tutur Muraz kepada Radar Sukabumi, kemarin (26/1).
Muraz menegaskan, pihaknya juga sempat mempertanyakan hasil laporan pemeriksaan BPK itu kepada jajaran direksi RS Bunut sekitar Mei 2014. Hasilnya, Muraz melihat ada kekeliruan dalam administrasi laporan keuangan jasa pelayanan medis. "Kabid Keuangannya sudah saya pindahkan ke tempat lain," tegasnya. Soal tuntutan FITRA yang mengingatkan Direktur RS Bunut dicopot, Muraz hal tersebut tidak perlu dilakukan, Pasalnya, yang bersangkutan tidak lama lagi akan pensiun.
"Tidak perlu dicopot juga sebentar lagi akan pensiun." imbuhnya, lebih lanjut muraz menjelaskan, kekeliruan yang dimaksud bukan berarti ada penyalahgunaan anggaran. Namun, ada kesalahan administrasi pencatatan keuangan di bagian keuangan rumah sakit itu.
"Jadi di RSUD R Syamsudin, misalnya para medis menerima pendapatan 10 juta, sekitar 1 juta diserahkan kembali untuk kesejahteraan stafnya sehingga yang diterima sebenarnya hanya 9 juta. "Dalam pencatatan keuangan dinyatakan bahwa ada pembayaran untuk dkter 9 juta, yang 1 jutanya dicatat sebagai pendapatan rumah sakit. Ganjelannya disitu," terang muraz.
Padahal lanjut muraz, pengembalian uang untuk kesejahteraan staf tidak perlu di catat dalam administrasi keunagan rumah sakit, sebab uang yang diberikan untuk kesejahteraan karyawan merupakan uang pribadi.
"Seharusnya jangan masuk pembukuan pendapatan rumah sakit, toh yang diberikan untuk kesejahteraan staf uang pribadi," imbuhnya. Murazpun dibuat heran dengan buruknya administrasi keuangan di rumah sakit terbesar di kota sukabumi itu.
Ia menduga, hal tersebut sudah berlangsung sejak lama. "Apalagi pada temuan BPK milai uang jasa pelayanan medis, tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai mencapai Rp 6,5 miliar," ungkapnya. Sementara itu, Direktur RS Bunut Dr. Suherman  menjelaskan, laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut sebenarnya sudah diselesaikan tahun 2013. Pihaknya sedah mengklarifikasi, namun BPK belum menyampaikan jawabanya. " Di kita (RS Bunut) sudah tidak ada masalah. Gatau nanti BPK seperti apa. Belum ada jawabannya, itu yang monitor inspektorat," imbuhnya.
Suherman menilai, kesalahan tersebut hanya bersifat administratif. selain adanya pencatatan dari kebijakan pensejahteraan karyawan, kesalahan administrasi juga terjadi pada pembukuan jasa medis atau renumerasi. "Renumerasi itu ada yang di SPJ kan langsung, dan ada juga yang kolektif. angka itu adalah angka yang di SPJ kan secara kolektif. Klarifikasinya sudah kami kirim ke BPK," tegasnya.
Terkait tuntukan agar mundur dari jabatan, suherman menanggapinya dengan santai, "Silahkan saja, tidak ada masalah. Empat tahun yang lalu juga saya sudah siap mundur," pungkasnya.

Sumber diperoleh dari : http://radarsukabumi.com/?p=136197

Tidak ada komentar:

Posting Komentar