FITRA Sukabumi : Kejaksaan Telusuri Dugaan Penyelewengan di RSUD R Syamsudin

SUKABUMI – Terkait berita di sejumlah media, Kejaksaan Negeri Sukabumi mulai menelusuri dugaan penyalahgunaan dana jasa pelayanan di RSUD R Syamsudin sebesar Rp6,5 miliar pada tahun anggaran 2013.
”Berdasarkan informasi yang ada, pihaknya akan terus menggali data dugaan penyelewengan tersebut,” ungkap Kajari Sukabumi Raja Ulung Padang kepada Metropolitan, kemarin.
Meski demikian, tidak akan bertindak gegabah dalam menelusuri kasus tersebut. Tentunya akan ditelaah terlebih dahulu, apakah ada pelanggaran hukum dan kerugian negara. “Apakah benar menurut informasi dan data Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI,” ujarnya.
Sementara Kasie Intel Kajari Sukabumi Rahmawan menambahkan, pihaknya juga mengundang Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (Fitra) Sukabumi sebagai sumber seperti yang diberitakan media. “Kami mengundang Fitra untuk koordinasi dan sharing seputar temuan BPK tersebut,” terangnya.
Diakuinya, Kejaksaan mengalami kesulitan untuk melihat data yang dimilki Fitra. Karena sampai saat ini pihaknya sulit mengakses data secara langsung. “Dalam pertemuan tersebut Fitra berjanji akan memberikan data yang diinginkan,” paparnya.
Hal ini dikatakan Manajer Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika. Ia mengatakan akan menyiapkan data yang dimilikinya demi penyelidikan Kejaksaan Sukabumi terkait dugaan korupsi di salah satu rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut. “Kami akan selalu siap berkoordinasi dengan pihak kejaksaan,” singkatnya.(str/yok/wan)

Anggaran Rumah Sakit Bunut di Sorot Kejari Kota Sukabumi

Anggaran RS Bunut di Sorot Kejari

Informasinya bisa di klik link berikut : http://radarsukabumi.com/?p=136698

FITRA Sukabumi : RS Bunut Salah Gunakan Anggaran Rp. 6,5 Miliar

Dirut : Itu hanya kesalahan administrasi.
Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (FITRA), dan aliansi masayarakat peduli anggaran (Ampera) Sukabumi mengecam dan menuntut Direktur RSUD R Syamsudin SH (RS Bunut, red) agar dicopot dari jabatannya.
Hal tersebut di latar belakangi adanya dugaan penyalah gunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6.5 miliar, pada tahun anggaran 2013. tak hanya direktur, FITRA dan Ampera juga mengecam agar bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit milik pemerintah kota (Pemkot) sukabumi itu digantikan oleh orang yang lebih "bersih", dan mengembalkan serta mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp. 6,5 miliar.
Direktur program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, dugaan penyalahgunaan dana jasa layanan itu bersumber dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun anggaran 2013. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI dijelaskan, Penggunan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6,5 miliar tepatnya Rp 6.544.541.640 pada RS Bunut tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai. "artinya bahwa dalam pelaporan keuangan, dibuat fiktif," ujar ajat zatnika melalui rilisnya yang disampaikan kepada radar sukabumi. hasil audit itu cukup mengagetkan dua LSM tersebut. Lantaran pengelolaan keuangan dirumah sakitini hampir setiap tahun selalu bermasalah. "Sebelum ditemui hasil audit BPK di anggaran 2013, dugaan markup juga muncul pada hasil audit tahun 2012 pada dana Tp 10,8 miliar yang tidak dapat di yakini kewajarannya," ungkapnya.
Ajat yang ketua devisi advokasi dan analisis ampera sukabumi itu, juga membeberkan temuan pada hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2012 itu antara lain, penyajian utang jangka pendek lainnya sebesar Rp. 9.776.560.408 yang tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Juga pembayaran atasutang sebesar Rp. 1.054.202.504 yang tidak dapat diyakini kebenarannya.
"Ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan, dalam mengelola keuangan." tuturnya. Ia menegaskan, dugaan penyalahgunaan uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu merupakan ketidakpatuhan RS Bunut terhadap peraturan-perundang undangam, salah satunya yang diatur da;am Pemendagri 13 Tahun 2006, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah beserta perubahannya, pada pasal 132 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD, harus di dukung dengan bukti yang lengkap dan sah. "FITRA dan Ampera sukabumi mengecam dan menuntut agar direktur dan bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit RS Bunut ini agar dicopot dari jabatannya, dan digantikam dengan orang yang sehat, bersih, dan bertanggungjawb." tegasnya.
Ajat menegaskan, Badan Publik yang kegiatannya didanai oleh anggaran dari rakyat semisal rumah sakit yang satu ini harus membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai.
"Sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangannya," tambahannya.
Dengan adanya temuan tang terulang, FITRA menilai perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelanggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota sukabumi, sebgaimana amanat UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. "Kami juga menuntut walikota sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenang itu," tukasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Walikota sukabumi, M Muraz menilai dugaan Fitra ampera terhadap Direksi RS Bunut, sebagai hal yang wajar. Terlebih sumber yang membuat LSM tersebut menduga ada penyalahgunaan anggaran berasal laporan hasil pemeriksaan BPK.
"Wajar saja, saya juga marah karena adanya valid, dari BPK," tutur Muraz kepada Radar Sukabumi, kemarin (26/1).
Muraz menegaskan, pihaknya juga sempat mempertanyakan hasil laporan pemeriksaan BPK itu kepada jajaran direksi RS Bunut sekitar Mei 2014. Hasilnya, Muraz melihat ada kekeliruan dalam administrasi laporan keuangan jasa pelayanan medis. "Kabid Keuangannya sudah saya pindahkan ke tempat lain," tegasnya. Soal tuntutan FITRA yang mengingatkan Direktur RS Bunut dicopot, Muraz hal tersebut tidak perlu dilakukan, Pasalnya, yang bersangkutan tidak lama lagi akan pensiun.
"Tidak perlu dicopot juga sebentar lagi akan pensiun." imbuhnya, lebih lanjut muraz menjelaskan, kekeliruan yang dimaksud bukan berarti ada penyalahgunaan anggaran. Namun, ada kesalahan administrasi pencatatan keuangan di bagian keuangan rumah sakit itu.
"Jadi di RSUD R Syamsudin, misalnya para medis menerima pendapatan 10 juta, sekitar 1 juta diserahkan kembali untuk kesejahteraan stafnya sehingga yang diterima sebenarnya hanya 9 juta. "Dalam pencatatan keuangan dinyatakan bahwa ada pembayaran untuk dkter 9 juta, yang 1 jutanya dicatat sebagai pendapatan rumah sakit. Ganjelannya disitu," terang muraz.
Padahal lanjut muraz, pengembalian uang untuk kesejahteraan staf tidak perlu di catat dalam administrasi keunagan rumah sakit, sebab uang yang diberikan untuk kesejahteraan karyawan merupakan uang pribadi.
"Seharusnya jangan masuk pembukuan pendapatan rumah sakit, toh yang diberikan untuk kesejahteraan staf uang pribadi," imbuhnya. Murazpun dibuat heran dengan buruknya administrasi keuangan di rumah sakit terbesar di kota sukabumi itu.
Ia menduga, hal tersebut sudah berlangsung sejak lama. "Apalagi pada temuan BPK milai uang jasa pelayanan medis, tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai mencapai Rp 6,5 miliar," ungkapnya. Sementara itu, Direktur RS Bunut Dr. Suherman  menjelaskan, laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut sebenarnya sudah diselesaikan tahun 2013. Pihaknya sedah mengklarifikasi, namun BPK belum menyampaikan jawabanya. " Di kita (RS Bunut) sudah tidak ada masalah. Gatau nanti BPK seperti apa. Belum ada jawabannya, itu yang monitor inspektorat," imbuhnya.
Suherman menilai, kesalahan tersebut hanya bersifat administratif. selain adanya pencatatan dari kebijakan pensejahteraan karyawan, kesalahan administrasi juga terjadi pada pembukuan jasa medis atau renumerasi. "Renumerasi itu ada yang di SPJ kan langsung, dan ada juga yang kolektif. angka itu adalah angka yang di SPJ kan secara kolektif. Klarifikasinya sudah kami kirim ke BPK," tegasnya.
Terkait tuntukan agar mundur dari jabatan, suherman menanggapinya dengan santai, "Silahkan saja, tidak ada masalah. Empat tahun yang lalu juga saya sudah siap mundur," pungkasnya.

Sumber diperoleh dari : http://radarsukabumi.com/?p=136197

Gelapkan Dana Operasional Direktur RSUD Syamsudin Sukabumi Diminta Mundur-FITRA Sukabumi

INILAHCOM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi dan Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (Ampera) Sukabumi menuntut Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin Kota Sukabumi dicopot dari jabatannya.

Pasalnya selama dua tahun berturut-turut 2012 dan 2013, RSUD R Syamsudin selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan. Hal tersebut berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terdapat dana miliaran rupiah yang diduga tidak jelas laporan pertanggungjawabannya.

Pada 2012 diduga melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya. Pada 2013 ditemukan kembali penggunaan dana jasa pelayanan Rp6,5 Miliar tanpa didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai.

''Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,'' kata Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika dalam siaran pers yang diterima INILAHCOM, Senin (26/1/2015).

Menurutnya, dugaan penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar pada 2013 merupakan bentuk ketidakpatuhan RSUD R. Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya.

''Pada pasal 132 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah,'' ujar dia.

Fitra dan Ampera juga menuntut agar Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin digantikan dengan orang yang sehat, bersih dan bertanggungjawab.

Selain itu, direktur dan bendahara pengeluaran pembantu RSUD R Syamsudin diminta agar mengembalikan dan mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp6,5 miliar

Selain itu perlu dibuat standar operasional prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan RSUD.

''Juga perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,'' kata Ajat.[jat]

Sumber diperoleh dari : http://m.inilah.com/news/detail/2173378/direktur-rsud-syamsudin-sukabumi-diminta-mundur

FITRA Sukabumi-RSUD Syamsudin Diduga Selewengkan Rp6,5 M

RSUD Syamsudin Diduga Selewengkan Rp6,5 M

 Cikole | Harian Sukabumi

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menduga pihak manajemen RSUD Syamsudin SH Kota Sukabumi telah menyelewengkan penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2013. Untuk itu, Fitra mendesak agar Walikota Sukabumi mencopot Direktur serta Bendahara rumah sakit plat merah tersebut dari jabatannya.
Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, temuan dugaan penyelewengan uang senilai miliaran rupiah itu, diketahui setelah BPK melakukan audit terhadap RSUD yang dipimpin Suherman beberapa waktu lalu.
Akhirnya diketahui adanya alokasi anggaran yang tidak disertai dengan bukti kwitansi. “Ada beberapa jenis alokasi anggaran belanja di RSUD Syamsudin Kota Sukabumi, yang dinilai bodong alias tidak diperkuat dengan bukti kwitansi,” katanya.
Dijelaskan Ajat, hal ini mengagetkan publik dalam audit BPK RI Tahun Anggaran 2013 telah ditemukan, bahwa penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar (Rp6.544.541.640,00) pada RSUD R Syamsudin SH tidak didukung bukti pertanggung jawaban yang memadai. “Walikota Sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenangnya,” kata Ajat.
Bahkan menurutnya, ke depannya perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi, sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Setiap tahun selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan,” terangnya.
Tidak hanya itu, pada tahun 2012 disinyalir melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya. “Rinciannya, pertama soal penyajian utang jangka pendek lainnya pada RSUD sebesar Rp9.776.560.408,00 tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Kedua Pembayaran atas utang tahun sebelumnya sebesar Rp1.054.202.504,00 tidak dapat diyakini kebenarannya,” bebernya.
Ditegaskannya, penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan Rumah Sakit R Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya, pada Pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
“Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,” urainya.
eko arief
redaksi@harianbogor.com

Sumber diperoleh dari : http://harianbogor.com/?p=1104

 

FITRA Sukabumi : Dana Jasa Pelayanan Rp6,5 M Diselewengkan?

Dana Jasa Pelayanan Rp6,5 M Diselewengkan?

 
Ajat Zatnika Manager Program FITRA Sukabumi


Oleh: Herry Febriyanto
SUKABUMI – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dan Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (Ampera) Sukabumi, mengecam dan menuntut Pemerintah Kota Sukabumi untuk mencopot Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD  R Syamsudin SH dan digantikan dengan orang yang sehat, bersih dan bertanggungjawab.
Mereka juga menuntut agar Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin SH, mengembalikan dan mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp6,5 miliar yang dikeluarkan tanpa didukung bukti kwitansi yang sah.
Selain itu mereka juga meminta agar dibuatkan standar operasional prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan Rumah Sakit Umum Daerah.
“Walikota Sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenangnya,” ujar Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika kepada sepertiini.com, Jumat (23/1/2015).
Bahkan menurut Ajat, kedepannya perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi, sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Tuntutan yang dilontarkan Fitra dan Ampera Sukabumi timbul karena RSUD R Syamsudin Kota Sukabumi setiap tahun selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan. Bahkan pada tahun 2013 disinyalir melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya
“Rinciannya, pertama soal penyajian utang jangka pendek lainnya pada RSUD sebesar Rp9.776.560.408,00 tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Kedua Pembayaran atas utang tahun sebelumnya sebesar Rp1.054.202.504,00 tidak dapat diyakini kebenarannya,“ bebernya.
Dijelaskan Ajat, saat ini hal serupa terulang lagi. Tentu hal ini mengagetkan publik dalam audit BPK RI Tahun Anggaran 2013 telah ditemukan, bahwa penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar
(Rp6.544.541.640,00) pada RSUD R Syamsudin SH tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai.
“Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam
institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,” tandasnya.
Ditegaskannya, penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan Rumah Sakit R Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam
permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya, pada Pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari Wali Kora Sukabumi Muhamad Muraz dan dari pihak RSUD R Syamsudin SH.(gg)
Sepertiini rincian daftar penggunaan dana untuk Jasa Pelayanan/Jasa Medis yang tidak didukung bukti memadai versi Fitra dan Ampera:
No Uraian Jumlah bruto(Rp) Pajak(Rp) Jumlah Netto(Rp) Penerima Keterangan
1 Dana Taktis dalam JM Dokter dan Dokter penunjang 302.359.169,00 2.479.655,00 299.879.514,00 Perwakilan Staf bagian/poli  Daftar penerima hanya mencantumkan Tandatangan perwakilan penerima
2 Kas Ruangan dari BOP Penunjang 1.112.579.836,00 5.136.902,00 1.107.442.934,00 Perwakilan staf bagian/poli Daftar penerima hanya Mencantumkan tandatangan perwakilan penerima.
3 Ambulan 176.116.540,00 261.005,00 176.116.540,00 Perwakilanstaf bagian ambulan Hanya berupa kuitansiyang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
Tindakan Rawat Jalan 370.803.847,00 1.446.222,00 370.803.847,00 PerwakilanStaf bagian/poli Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
5 Tindakan Rawat Inap  1.962.056.911,00 6.273.599,00 1.962.056.911,00 Perwakilan staf bagian /poli  Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
6 BOP Askes, Jamkesmas 857.518.959,00 0,00 857.518.959,00 Bagian keuangan Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
7 Jasa Pembinaan Manajemen  1.404.675.567,00 17.572.320,00 1.404.675.567,00 Bagiankeuangan Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
8 Jasa Pelayanan Berkala  358.430.811,00 1.290.000,00 358.430.811,00 Bagian keuangan  Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
Jumlah 6.544.541.640,00 34.459.703,00 6.510.081.937,00 

Sumber diperoleh dari : http://www.sepertiini.com/read/2015/01/11367/penggunaan-dana-jasa-pelayanan-rp65-m-diselewengkan.html

FITRA Sukabumi : Penerima Jatah Redistribusi Salah Sasaran

Cicantayan - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi mencium sebanyak 660 penerima lahan redistribusi (pengembalian, red) berasal dari luar Sukabumi serta masuk kategori ekonomi tingkat menengah. Padahal sesuai aturan redistribusi hanya diperuntukan bagi warga yang benar warga Sukabumi dengan tingkat ekonomi rendah.
Direktur FITRA Sukabumi Ajat Zatnika mengatakan program redistribusi merupakan program pemerintah pusat dalam hal agraria untuk menekan angka kemiskinan. Dari program tersebut, Kabupaten Sukabumi mendapatkannya dengan jumlah 700 penerima program redistribusi. "Dari 700 penerima program redistribusi di wilayah selatan perjampangan Sukabumi tersebut, hanya 40 orang yang berhak menerima program itu. Sisanya, ditemukan bahwa pemiliknya bukan asli warga sukabumi," ujar Ajat Zatnika kepada Radar Sukabumi saat menggelar workshop pelatihan redistribusi lahan di aula augusta, Jalan Cikukulu Kecamatan Cicantayan, kemarin (21/01).
Sedangkan program redistribusi ini dilakukan di lima desa, yakni Desa Wangunreja Kecamatan Nyalindung, Desa Cimerang Kecamatan Purabaya, Desa Limusnunggal Kecamatan Bantargadung, Desa/Kecamatan Waluran dan Desa Pangumbahan Kecamatan Ciemas.
Ajat berharap pihak terkait untuk menahan pelaksanaan program hingga persoalan dapat diselesaikan.
"Makanya kami minta untuk yang lima desa ini, petugas dari BPN menunda dulu realisasi program redistribusinya," tandasnya.
Sementara itu, Kasi pengaturan dan penataan pertanahan Kantor Agraria dan Tata Ruang Kabupaten Sukabumi, Syamsul Hilal menambahakan dalam program redistribusi tanah objek lendripom ini, pemerintah membagi tanah negara kepada para petani penggarap. "Luas potensinya itu 700 hektar se-kabupaten sukabumi ini akan diberikan kepada masyarakat penggarap denganmenggunakan anggaran pusat supaya bisa menjadi hak milik dengan dibuatkannya sertifikat," jelasnya. Terkait dengan temuan yang berjumlah 660 penerima tersebut, Syamsul menyatakan, proses pemetaan gambaran redistribusi dilakukan penundaan. Hal itu dilakukan, supaya program redistribusi itu benar-benar tepat sasaran. "Ditunda dulu pemetaan gambarnya, karena program ini benar-benar dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Jadi harus tepat sasaran." singkatnya.

Sumber diperoleh dari Koran Radar Sukabumi Hari Kamis 22 Januari 2015 halaman 9-10 atau klik link : http://radarsukabumi.com/?p=135542

FITRA Sukabumi: Studi Banding Harus Implementatif

Studi banding yang dilakukan oleh beberapa anggota DPRD Kota Sukabumi mendapatkan sorotan dari FITRA (Forum Indonesia untuk Transparani Anggaran) Sukabumi.

Ajat Zatnika menyebutkan, sudah beberapa kali studi banding yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Sukabumi belum bisa diimplementasikan kepada rakyat.

Hal penting yang harus dilakukan oleh DPRD Kota Sukabumi sebelum melakukan studi banding harus melakukan pemetaan daerah tujuan terlebih dahulu.

Ajat melanjutkan, pemetaan ini penting agar studi banding tidak salah sasaran. Sebab pada dasarnya, beberapa daerah tujuan studi banding pun masih memiliki karakter yang sama dengan Kota Sukabumi.

Studi banding anggota DPRD Kota Sukabumi ke Denpasar, Bali, dilakukan sebelum DPRD Kota Sukabumi menyelenggarakan rapat paripurna yang akan membahas Raperda Ruang Terbuka Hijau dan Sistem Kesehatan Daerah.

Hasil studi banding anggota DPRD Kota Sukabumi karena menggunakan anggaran negara harus benar-benar transparan dan akuntabel. "Rakyat harus tahu hal ini." Ucap Ajat.

Tuah Nur, salah seorang dosen dari Universitas Muhammadiyah Sukabumi mengatakan, studi banding harus diimbangi dengan pengimplementasian peraturan-peraturan yang telah disahkan.

Sebagai contoh, sampai saat ini, Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok - sudah hampir tujuh bulan - belum diimbangi oleh landasan operasional dan petunjuk teknis pelaksanaannya.

Beberapa minggu lalu, saat diwawancarai oleh Sukabumi Discovery, dr Lulis Delawati selaku Duta Anti Rokok Kota Sukabumi menyebutkan, pelaksanaan Perda Kawasan Tanpa Rokok akan ditindaklanjuti dengan diterbitkan Peraturan Walikota sebagai juklak dan juknis pengimplementasiannya.(*)

22 Januari 2015

Sumber diperoleh dari : http://www.sukabumi-discovery.com/2015/01/studi-banding-harus-implementatif.html?m=0