Audit Sosial Kesehatan Melalui Media Fotografi-FITRA Sukabumi




FITRA adalah organisasi yang bergerak dalam bidang kontrol sosial untuk transparansi proses-proses penganggaran Negara. Organisasi FITRA bersifat otonom, non profit (nirlaba), dalam melaksanakan gerakannya bersifat independen.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) didirikan dalam rangka menuntut dipenuhinya hak-hak rakyat untuk terlibat dalam seluruh proses penganggaran, mulai dari proses penyusunan, pembahasan, pelaksanaan anggaran sampai pada evaluasinya. FITRA bersama seluruh komponen rakyat membangun gerakan transparansi anggaran hingga terciptanya anggaran negara yang memenuhi kesejahteraan dan keadilan rakyat. Upaya membangun gerakan transparansi anggaran ini diupayakan dengan penuh integritas, independen dan inovatif.
FITRA Sukabumi merupakan Simpul Jaring Seknas FITRA berdasarkan statuta FITRA dan memiliki badan hukum di bawah naungan YAMADIS Sukabumi (Yayasan Masyarakat Dinamis).
Pengalaman FITRA Sukabumi dalam melakukan audit sosial kesehatan dengan menggunakan media fotografi pada tahun 2011 dipandang efektif untuk mendorong perubahan sosial dan perubahan kebijakan terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan hak dasar kesehatan baik dari aspek layanan kesehatan, lingkungan kesehatan dan perilaku sehat masyarakat. Audit sosial merupakan salah satu metode pengawasan partisipatif yang saat ini mulai banyak digunakan oleh masyarakat sipil dalam memonitoring kinerja pemerintah dalam menjalankan program-program pemenuhan hak dasar rakyat. Hal ini menjadi penting untuk dikembangkan proses-proses monitoring dan atau penilaian yang dilakukan oleh masyarakat sipil sehingga hasil pembangunan yang diklaim oleh pemerintah dapat terkoreksikan dengan baik oleh masyarakat sipil melalui penggunaan hak partisipasi sosialnya.
Dengan metode audit sosial melalui media fotografi, banyak hal yang bisa diambil manfaat dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Foto yang digunakan oleh kader kesehatan/warga sebagai bukti obyektif untuk mendorong perubahan kebijakan dan perubahan sosial masyarakat sampai saat ini masih dianggap sebagai alat yang efektif, karena dengan foto menjadi bukti yang tidak bisa dipungkiri atau terbantahkan. Ada sekitar 2000 foto hasil warga (kader kesehatan dan remaja) telah mampu menyuarakan persoalan kesehatan, yang akhirnya mendapat respon positif dari pemerintah daerah dengan mengalokasikan anggaran kesehatan pada APBD Tahun 2011 dari 9,7 % meningkat pada APBD Perubahan Tahun 2011 menjadi 10,6% dan pada APBD Tahun 2012 sebesar + 11%, selain itu dengan adanya kasus satu keluarga tinggal di bekas kandang ayam (keluarga Ibu Halimah) yang merupakan salah satu hasil dari praktik audit sosial yang dilakukan oleh kader kesehatan, akhirnya Pemerintah Kabupaten Sukabumi membuat program untuk perbaikan rumah tidak layak huni dan tidak berstandar kesehatan melalui program Tanggap Rumah Sehat (TRS). Program TRS pada tahun 2011 dari 367 desa mendapatkan alokasi bantuan hibah sebanyak 3 unit perdesa dan pada tahun 2012 sebanyak 5 unit perdesa dengan nilai nominal per unit sebesar 2 juta rupiah. Adapun dampak dari audit sosial kesehatan melalui media fotografi, menghasilkan beberapa perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, diantaranya: 1) adanya inovasi warga dan desa dalam upaya menangani masalah morbiditas dan lingkungan kesehatan; 2) adanya kesadaran warga untuk berperilaku hidup sehat; 3) adanya kesadaran warga khususnya ibu hamil dan balita untuk datang ke Posyandu.
Kendatipun audit sosial kesehatan dengan menggunakan media fotografi dipandang efektif dan banyak melahirkan perubahan yang dirasakan baik perubahan kebijakan maupun perubahan sosial. Namun praktik pengawasan harus tetap dijalankan untuk dapat memastikan bahwa program dan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat berjalan dengan baik, saling menguatkan, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, terutama dalam menjamin kebutuhan hak dasar kesehatan masyarakat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Sehingga berbagai persoalan kesehatan dari mulai ketersediaan (availability) layanan kesehatan, keterjangkauan (accessibility), keberterimaan (acceptability) dan kualitas (quality) diharapkan dapat teratasi dengan baik.
Jika melihat kondisi kesehatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2012-2013, berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, ternyata pada tahun 2012 hingga Juni 2013 jumlah AKI dan AKB mengalami peningkatan, ada 76 kasus kematian ibu (ada 25 kasus dari 76 kasus kematian ibu tahun 2012) dan 42 kasus kematian bayi, hal ini disebabkan karena terjadinya pendarahan hebat pada proses persalinan dan karena ibu yang melahirkan mengidap penyakit darah tinggi. Kasus kematian ibu dan kematian bayi ini terjadi di daerah pelosok Kabupaten Sukabumi diantaranya, Kecamatan Simpenan, Tegalbuleud, Palabuhanratu, Cidahu dan beberapa daerah lainnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencoba melakukan inovasi dengan membuat regulasi daerah yaitu Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Kemitraan Bidan, Paraji dan Kader Kesehatan. Namun apakah, inovasi tersebut akan menjawab permasalahan tingginya AKI dan AKB?. Sepertinya perlu peran serta masyarakat untuk berpartisipasi melakukan transformasi sosial dan pengawasan kesehatan, karena pada dasarnya masyarakat memiliki hak atas kesehatan itu sendiri, sehingga upaya mengatasi masalah AKI dan AKB dapat teratasi dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam menentukan hak atas kesehatan pada dasarnya berada dalam tiga ranah, yaitu; dalam pembuatan kebijakan, keputusan alokasi anggaran, dan praktik operasional kepemerintahan dengan mendudukkan warga sebagai aktor kunci. Sejalan dengan amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang didalamnya mengatur tentang sebuah badan independen yang bernama Badan Pertimbangan Kesehatan. FITRA Sukabumi bersama Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi telah membentuk forum kesehatan yang independen dengan nama Forum Silaturahmi Kabupaten Sukabumi Sehat (FSKSS) sebagai inovasi daerah yang merangkul semua elemen masyarakat dalam penyelesaian masalah kesehatan. Forum tersebut nantinya diharapkan dapat menjadi embrio terbentuknya BPKD Kabupaten Sukabumi meskipun Peraturan Presiden yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sampai saat ini belum ada. FSKSS memiliki peran yang sama dengan Badan Pertimbangan Kesehatan (BPKN/BPKD) yaitu  membantu menjembatani pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Berdasarkan SK Bupati No. 440/KEP.408-DINKES/2011 salah satu peran FSKSS adalah memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Berbagai upaya dan inovasi coba dilakukan untuk mendorong peningkatan derajat kesehatan di Kabupaten Sukabumi, peran penting dan kontribusi juga diperlukan dengan memanfaatkan keberadaan corporate di Sukabumi, selain itu kita juga perlu mengevaluasi peran dan fungsi anggota DPR RI dari Dapil Jabar IV sejauh mana kontribusi MP dalam menyikapi persoalan yang dihadapi di Kabupaten Sukabumi terutama yang berkaitan dengan hak dasar masyarakat, baik hak pendidikan, kesehatan dan ekonomi. 
Praktik audit sosial kesehatan yang akan dilakukan FITRA Sukabumi ke depan lebih memperdalam metodologi audit sosial kesehatan dan memperluas wilayah dampingan, yang awalnya hanya 4 desa yaitu Desa Cipetir Kec. Kadudampit, Desa Muaradua Kec. Kadudampit, Desa Sukaresmi Kec. Cisaat dan Desa Selajambe Kec. Cisaat, akan ditambah lagi 4 desa yaitu Kelurahan Cibadak Kecamatan Cibadak, Desa Babakanpari Kecamatan Cidahu, Desa Mekarsari Kecamatan Cicurug dan Desa Kutajaya Kecamatan Cicurug, sehingga ada 8 desa yang akan dilakukan pendampingan pada program audit sosial kesehatan tahun 2013-2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar